Minggu, 13 Desember 2009

SAP KEP

SATUAN PENYULUHAN

Pokok bahasan : Malnutrisi pada anak
Sub pokok bahasan : Ø Pengertian penyakit KEP
Ø Penyebab KEP
Ø Tanda-tanda KEP
Ø Pemberian diit pada penderita KEP
Sasaran : Masyarakat
Waktu : 30 menit
Hari \ tanggal : Senin 6 Desember 2004
Tempat : Desa Sukamaju
Penyuluhan : Mahasiswa Akper Sukabumi

I. Tujuan
A. Tujuaan intruksi oral umum
Keluarga mampu memahami tentang KEP serta melaksanakan diit yang harus diberikan pada klien dengan KEP.
B. Tujuan intruksioanal khusus
Setelah melakukan penyuluhan diharapkan keluarga dapat:
1. Menjelaskan kembali tentang pengertian KEP
2. Menyebutkan satu dari dua penyebab KEP
3. Menyebutkan 2-3 dari 7 tanda-tanda KEP
4. Menjelaskan kembali tentang diit yang diberikan pada penderita KEP

II. Materi penyuluhan
ü Pengertian KEP
ü Penyebab KEP
ü Tanda-tanda KEP
ü Diit pada klien KEP

III. Metode, media, sumber
Metode : Ceramah, tanya jawab,
Media : Flip chart
Sumber : Sunita atmatsier 2001.prinsif dasar ilmu gizi, jakarta. Gramedia

No
Waktu
Tahapan
Jenis penyuluhan
Kegiatan keluarga
Penyuluh
Anggota keluarga
1.


2











3.
.
5 menit


20 menit










5 menit

Pembukaan


Kegiatan inti










Evaluasi/ penutup



Ø memberi salam
Ø memperkenalkan diri

Ø memberi materi penyuluhan dari pengertian, tanda- tanda dan pemberian diit yang diberikan pada klien KEP
Ø tanya jawab
Ø memberi kesempatan kepada keluarga atau bertanya.


Ø Menyimpulkan materi
Ø Penyuluh

Ø Klien menjawab


Ø keluarga mendengarkan dan menyimak




Ø keluarga bertanya





Mendengarkan
Keluarga menjawab


IV. Evaluasi
prosedur : post test
bentuk : lisan
jenis : tanya jawab
butir pertanyaan
1. Jelaskan pengertian penyakit KEP
2. Sebutkan satu dari dua penyebab penyakit KEP
3. Sebutkan 2 atau 3 dari tujuh tanda-tanda penyakit KEP
4. Jelaskan diit yang diberikan pada penderita KEP

MATERI
A. Pengerian
KEP atau keadaan kurang gizi disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi
B. penyebab KEP
Pada lapos terdalam, sebab langsung dari KEP atau konsumsi kurang dan sebab atau tidak langsungnya yaitu hambatan absorpsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi karena berbagai hal, misalnya karena berbagai hal, misalnya karena penyakit infeksi dan penyakit cacing dapat memberikan hambatan-hambatan absorpsi-absorpsi dan hambatan zat gizi yang diberikan dasar timbulnya penyakit KEP
Pada lapisan terluar adalah ekonomi negara kurang, pendidikan gizi yang rendah produksi pangan yang tidak mencukupi, kebutuhan atau kondisi hygiene yang kurang baik dan jumlah anak yang terbanyak.
C. tanda-tanda penderita KEP
1. KEP ringan dan sedang gejala klinis yang diketemukan hanya anak tampak kurus.
2. KEP berat
a. Tanda-tanda kwarshiokor
1. Edema umumnya diseluruh tubuh dan teruam pada kaki
2. Wajah membulat dan sembab
3. Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila pemeriksaan ada posisis berdiri dan duduk, anak berbaring terus-menerus.
4. Perubahan sttus mental: cengeng, rewel kang apatis
5. Anak yang menolak segala jenis makanan (anorexia)
6. Sering disertai infeksi, anemia, dan diare
7. Rambut berwarna kusam
8. Gangguan kulit berupa bercak merah yang melucis dan berubah menjadi hitam terkelupas
9. Pandangan mata anak tampak sayu
b. Tanda-tanda marasmus
1. Anak tampak sangat kurus
2. Wajah seperti orang tua
3. Cengeng rewel
4. Perut cekung
5. Kulit keriput, jaringan lemak subcutis sangat sedikit sampai tidak ada
6. Sering disertai diare kronik atau konstipasi atau susah BAB serta penyakit kronik
7. Tekanan darah, denyut jantung dan pernafasan berkurang.
c. Tanda-tanda marasmus kwasiokor
Tanda-tanda marasmus merupakan gabungan tanda-tanda kecua jenis KEP diatas.

D. diit yang diberikan
1. Energi dan Protein
Diberikan sesuai kondisi pasien dan secara bertahap, pemberian energi sekitar 100-200 kalori/Kg BB, Protein 4-6/Kg BB secara bertahap.
2. Vitamin dan mineral
Bila memungkinkandidalam makanan anak ditambah vitamin A, B komplek, C. contoh bahan makanan sumber mineral:
Sumber Zn : Daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur, ayam
Sumber Cn : Daging, hati
Sumber Mn : Beras, kacang tanah dan kedelai
Sumber Mg : Kacang-kacangan, bayam

Jumat, 18 September 2009

BLEFARITIS

BLEFARITIS
Blefaritis adalah radang pada kelopak dan atau tepi kelopak.

Etiologi
Infeksi atau alergi yang biasanya berjalan kronik atau akibat disfungsi kelenjar meibom.
Alergi dapat di sebabkan debu, asap, bahan kimia iritatif, atau bahan kosmetik.
Infeksi oleh bakteri disebabkan stafilokok, streptococus alpha atau beta hemolyticus, pneumokok, pseudomans, demodex folliculorum, hingga pityrosporum ovale yang menyebabkan blefaritis seboroik. Infeksi oleh virus disebabkan herves zoster, herves simpleks, vaksinia dan sebagainya, sedangkan oleh jamur dapat menyebabkan infeksi superfisial atau sistemik.

Manifestasi klinis
Kelopak mata merah, bengkak, sakit, gatal, eksudat lengket bergantungan pada bulu mata, dan epifora. Sering disertai konjungtivitis, keratitis, hordeolum, dan kalazion. Pada laki-laki lanjut usia biasanya terjadi blefaritis seboroik dengan keluhan mata kotor, panas, eksudat berminyak, dan rasa kelilipan.

Komplikasi
Trikiasis, hordeolum, kalazion, keratitis, madarosis, dan konjungtivitis.

Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan mikrobiologi untuk mengetahui penyebabnya

Penatalaksanaan
Bersihkan dengan garam fisiologis hangat kemudian diberikan antibiotik yang sesuai. Pada blefaritis sering dilakukan kompres hangat. Pada infeksi ringan, diberi antibiotik lokal sekali sehari pada kelopak dan kompres basah dengan asam borat. Bila terjsdi blefaritis menahun, maka dilakukan penekanan manual kelenjar meibum untuk mengeluarkan nanah.
Pada blefaritis seborik, kelopak harus dibersihkan dengan kapas lidi hangat, soda bikarbonat, atau nitras argenti 1%. Dapat digunakan salep sulfonamid untuk aksi keratolitiknya. Kompres hangat selama 5-10 menit, tekan kelenjar meibom dan bersihkan dengan sampo bayi. Diberikan juga antibiotik sistemik, tetrasiklin 2x250 mg atau eritromisin 3x250 mg atau sesuai dengan hasil kultur.
Pengobatan pada infeksi virus bersifat simtomatik, antibiotik diberikan bila etrdapat infeksi sekunder.
Bila disebabkan jamur, infeksi superfisial diobati dengan griseofulvin 0,5-1mg gram sehari dengan dosis tunggal atau dibagi dan diteruskan sampai 1-2 minggu setelah gejala menurun. Bila disebabkan kandida diberikan nistatin topikal 100.000 unit per gram.
Pada infeksi jamur sistemik, bila duisebabkan aktinomises atau nokarida diobati dengan sulfonamid, penisilin, atau antibiotikspektrum luas. Amfoterisin B diberikan untuk histoplasmosis, sporotrikosis, aspergilosis dan lainnya. Dimulai dengan 0,05-0,1 mg/kg BB secara intravena lmbat selama 6-8 jam dalam dekstrosa 5%. Dosis dinaikan sampai 1mg/kg BB, namun total tidak lebih dari 2 gram. Pengobatan diberikan setiap hari selama 2-3 minggu atau sampai gejala berkurang. Hati-hati karena toksik terhadap ginjal.
Pada blefaritis akibat alergi dapat diberikan steroid lokal atau sistemik, namun harus dengan pemakaian lama. Untuk mengurangi gatal, berikan antihistamin.

Minggu, 13 September 2009

CEDERA KEPALA

CEDERA KEPALA

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal diruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.
Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala menjadi ringan segera ditentukan saat psien tiba di rumah sakit.

KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan dan morfologi cedera.
Mekanisne: berdasarkan adanya penetrasi durameter
- Trauma tumpul: kecepatan tinggi (tabrakan oyomobil)
Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
- Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
keparahan cedera
- Ringan : skala, Glasgow Coma Skale, GCS) 14-15
- Sedang : GCS 9-13
- Berat : GCS 3-8
3. Morfologi
- fraktur tengkorak: kranium : linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup
Basis: dengan/tanpa kelumpuhan nervus V11
- Lesi In6trakranial: fokal: epidural, subdural, intraserebral
Difus: konkusi ringan, konkusi klasik cederaaksonal difus



PENATALAKSANAAN
Pedoman resusitasi dan penilaian awal
menilai jalan nafas: bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial menggangu jalan napas, maka pasien harus diintubasi.
menilai pernapasan: tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak. Jika tidak, beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernafas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks, pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi, jika tersedia, dengan tujuan menjaga satutasi oksigen minimum95%.
menilai sirkulasi: otak yang ruksak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia. Pasang jalut intravena yang besar, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah periver lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan analisisn gas darah arteri. Berikan larutan koloid. Sedangkan larutan kristaloid (dekstrosa atau dekstrosa dalam salin) menimbulkan eksaserbasi edema otak pascacedera kepala. Keadaan hipotensi, hipoksia, hiperkapnia memperburuk cedera kepala.
Obat kejang: kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati. Mula-mula berikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fentoin 15mg/kgBB diberikan intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50mg/menit.
Menilai tingkat keparahan
cedera kepala ringan (kelompok resiko rendah)
- skor skala koma glasgow 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif)
- tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi)
- tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
- pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
- pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala
- tidak adanya kriteria cedera sedang-berat
cedera kepala sedang (kelompok risiko sedang)
- skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi, atau stopor)
- konkusi
- amnesia pasca-trauma
- muntah
- tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, atorea atau rinorea cairan serebrospinal)
- kejang
cedera kepala berat
- skor skala koma glasgow 3-8 (koma)
- penurunan derajat kesadaran secara progresif
- tanda neurologis fokal
- cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium

PEDOMAN PENATALAKSANAAN
pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher, lakukan foto tulang belakang servikal (proyeksi anterp-posterior, latreral dan odontoid), kolar servikal baru dilepas setelah dipasgtiakan bahwa seluruh tulang servikal C1-C7 normal.
pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur berikut:
- pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (nacl 0,9%) atau larutan ringer laktat: cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis, dan larutan ini tidak menambah edema serebri.
- Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia parsial, skrining toksikologi dan kadar alkohol bila perlu.
lakukan CTscan dengan jendela tulang: foto rontgen kepala tidak diperlukan jika CTscan dilakukan, karena STscan ini lebih sensitif untuk mendeteksi fraktur.

Pasien dengan cedera kepala ringan, sedang, atau berat, harus dievaluasi adanya:
- hematoma eoidural
- darah dalam subaraknoid dan intraventrikel
- kontusiodan perdarahan jaringan otak
- edema serebri
- obliterasi sisterna perimesensefalik
- pergeseran garis tengah
- fraktur kranium, cairan dalam sinus, dan pneumosefalus
pada pasien yang koma (skor GCS<8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi, lakukan tindakan berikut ini:
- evaluasi kepala 30 derajat
- hiperventilasi: intubasi dan berikan ventilasi mandatorik intermiten dengan kecepatan 16-20 kali/menit dengan volume tidal 10-12ml/kg. Atur tekanan CO2 sampai 28-32 mmhg. Hipokapnia berat (PCO2<25 mmhg) harus dihindari sebab dapat menyebabkan vasokontriksi dan iskemia serebri
- berikan manitol 20% 1g/kg intravena dalam 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jamkemudian yaitu sebesar1/4 dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48jam pertama
- pasang kateter foley
- konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma epidural yang besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka, dan faktur impresi>1 diploe).

Sabtu, 06 Juni 2009

TRAKEOSTOMI

TRAKEOSTOMI
DEFINISI
Prosedur dimana di buat lubang kedalam trakea, dapat menetap atau sementara.
Dilakukan untuk
memintas suatu obstruksi jalan nafas atas
membuang sekresi trakhebronkhial
memungkinkan penggunaan ventilasi mekanis jangka panjang
mencegah sspirasi sekresi oral/ lambung pada pasien tidak sadar atau paralise
mengganti selang endotrakeal
Prosedur
— Dilakukan di ruang operasi/ unit rawat intensif
— Lubang dibuat pd cincin trakea kedua & ketiga lalu dimasukkan selang trakeostomi balon
— Cuff trakeostomi ad perlekatan yang dapat mengembang pada trakeostomi yg dirancang utk menyumbat ruang antara dinding trakea dg selang utk ventilasi mekanik yg efektif
— Dipasang ditempat dg selang pengencang mengelilingi leher pasien
— Kassa segi 4 steril diletakkan diantara selang & kulit utk menyerap drainase & mencegah infeksi
Komplikasi
— Komplikasi dini
Perdarahan
Pneumotoraks
Embolisme udara
Aspirasi
Emfisema subkutan atau mediastinum
Kerusakan saraf laring kambuhan
Penetrasi dinding dada posterior
— Komplikasi jangka panjang
Obstruksi jln nafas atas
Infeksi
Ruptur arteri inominata
Disfagia
Fistula trakeoesofagus
Dilatasi trakea
Iskemia/ nekrosis trakea
Intervensi kep pascaoperatif
TTV stabil, klien dibaringkan
dlm posisi semi fowler untuk memudahkan ventilasi, menggalakkan drainase, meminimalkan edema & mencegah regangan pd garis sutura.

Obat analgesik & sedatif diberikan hati2, merugikan krn menekan reflek batuk.
Sasaran askep:
Mengurangi kegelisahan pasien
& memberikan suatu cara
komunikasi yg efektif.
PERAWATAN TRAKEOSTOMI
Pengisapan (suctioning)
trakeostomi
2. Perawatan

suctioning
Peralatan
Kateter pengisap
Sarung tangan
Goggles (kaca mata) untuk pelindung mata
Spuit 5-10 ml
Normal salin steril dalam cangkil/ kom tertutup
Mesin suction
Ventilasi Bag yang dihub dg sumber
oksigen

Prosedur
1. Jelaskan prosedur pada klien & keluarga sebelum memulai dan berikan ketenangan selama pengisapan
2. Cuci tangan
3. Hidupkan mesin suction (tekanan maks 120 mmHg)
4. Buka kit kateter pengisap
5. Isi kom dengan normal salin
6. Ventilasi klien dg bag resusitasi manual dan aliran oksigen yang tinggi

7. Kenakan sarung tangan pd tangan dominan]
8. Ambil kateter pengisap dg tangan yg mengenakan sarung tangan dan hubungkan ke pengisap
9. Masukkan selang kateter sejauh mungkin tanpa memberikan isapan, utk menstimulasi reflek batuk
10.Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360 derajat (10-15 detik krn pasien dapat hipoksia)
11. Reoksigenasikan dan inflasikan paru pasien selama beberapa kali nafas
12. Masukkan 3-5 ml normal salin ke jalan nafas hanya jika refleks batuk tertekan

13. Ulangi 4 langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih
14. Bilas kateter dg normal salin antara tindakan pengisapan
15. Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan trakeal
16. Bilas selang pengisap
17. Buang kateter, sarung tangan ke dalam tempat pembuangan kotor
2. Perawatan Trakeostomi
Peralatan
Meja tempat tidur
Handuk
Kotak peralatan trakeostomi steril
Kassa 4 x 4 3 pak
Hidrogen peroksia
Normal salin
Kapas berujung steril
Balutan trakeostomi steril
Kom steril + tutup 2 buah
Gulungan plester atau pengikat trakeostomi
Gunting
Sarung tangan steril
Goggle
Cara Perawatan
Cuff Trakeostomi
Selang balon (udara disuntikkan ke dalam cuff) diperlukan selama ventilasi mekanis yang lama
Cuff tekanan rendah

SELANG TRAKEOSTOMI DAN PERAWATAN KULIT
Inspeksi balutan trakeostomi terhadap kelembaban atau drainase
Cuci tangan
Jelaskan prosedur pada pasien
Kenakan sarung tangan, lepaskan balutan yang basah dan buang
5. Siapkan peralatan steril (hidrogen peroksida, normal salin, aplikator berujung kapas, balutan)
6. Gunakan salep bakteriostatik pada pinggiran luka trakeostomi jika diresepkan
7. Jika tali yang lama telah basah, letakkan tali twill dalam posisinya untuk mengamankan selang trakeostomi. Masukkan ujung tali melalui lubang ujung kanula terluar. Lingkarkan tali tersebut sekeliling leher klien dan ikatkan tali tersebut melalui lubang yang berlawanan dari kanula terluar. Kumpulkan kedua ujungnya sehingga keduanya bertemu pada satu sisi leher. Simpulkan, sampai hanya dua jari yang dapat menyusup diantara tali tersebut.
8. Lepaskan tali yang lama dan buang
9.Gunakan balutan trakeostomi steril, dan paskan dengan baik di bawah tali twill dan flange selang trakeostomi sehingga insisi tertutup.
Setelah membereskan alat dan pasien, selesailah perawatan trakeostomi…………

PERAWATAN WATER SEAL DRAINASE

PERAWATAN WATER SEAL DRAINASE (WSD)
Tujuan
Membuang cairan atau gas dari ruang pleura atau rongga thoraks dan mediastinal
Memungkinkan reekspansi paru dan memulihkan fungsi kardiopulmonal setelah pembedahan, trauma atau kondisi medis dengan menetapkan tekanan negatif dalam rongga pleura


Prinsip dasar
Penumpukkan udara, cairan, atau substansi lain dalam dada dapat mengganggu fungsi kardiopulmonal dan menyebabkan paru kolaps.
Substansi patologis yg terkumpul dlm spasium pleura termasuk fibrin/ bekuan darah, cairan (cairan serosa, darah, pus) dan gas-gas (udara dari paru dll).
Selama atau segera setelah bedah toraks, kateter dada diletakkan secara strategis dalam rongga pleura, dijahitkan ke kulit dihubungkan ke aparatus drainase untuk membuang udara residual dan mengalirkan cairan dari pleura/ mediatinum.
Selang dada disambungkan ke sistem drainase, dg katup satu arah. Air dalam bilik kedua bekerja sebagai seal dan memungkinkan udara dan cairan untuk mengalir dari dada ke dalam bilik pertama, tetapi udara tidak dapat kembali memasuki selang. Drainase menumpuk di dalam bilik pertama, udara keluar melalui dan dari bilik pertama.


Ketinggian air berfluktuasi sesuai dg gerakan pernafasan pasien, bergerak keatas ketika pasien menghirup napas dan ke bawah ketika menghembuskan napas. Pengisapan mungkin ditambahkan ke bilik kedua utk menciptakan tekanan negatif , meningkatkan drainase cairan dan pembuangan udara. Penambahan pengisapan menimbulkan gelembung konstan pada bilik ketiga, jika terjadi saat tidak mengisap, mungkin terjadi kebocoran udara dari paru/ sistem.
Jenis WSD
Pleural tube: mengeluarkan cairan/ udara dr rongga pleura, utk mengembalikan tekanan negatif intra pleura, memungkinkan terjadinya ekspansi paru setelah adanya trauma atau operasi.
Mediastinal tube: mengalirkan cairan dr rongga mediastinum stlh operasi jantung atau operasi lain di mediastinum.
SISTEM WSD
Sistem water seal botol tunggal
Ujung selang drainase dari dada pasien dicelupkan dalam air, yg memungkin drainase udara dan cairan dari ruang pleural tetapi tidak memungkinkan udara untuk mengalir kembali ke dalam dada, tergantung gravitasi dan mekanisme sistem pernapasan.
2. Sistem dua botol
terdiri atas bilik water seal yg sama ditambah dengan botol pengumpul cairan.

Sistem 3 botol
Botol ketiga untuk mengontrol jumlah isapan yang diberikan.

Indikasi Pemasangan WSD
Pneumothoraks
Pneumothoraks yg memerlukan ventilator
Hematothoraks
Hematopneumothoraks
Empyema thoraks
Fluidothoraks yg tdk bs diatasi dg tindakan pungsi
Paska thorakotomy
Komplikasi
Perdarahan pleura
Hematoma paru-paru dan dinding dada
Tension pneumothoraks
Kegagalan pengembangan paru
infeksi
Perawatan Selang Dada
Pengkajian
Instruksi dokter tentang katup atau tipe sistem drainase dan jumlah pengisapan
Pemahaman klien tentang tujuan dan lokasi selang dada serta prosedur pemeliharaan
Tipe sistem drainase yang tersedia
Data dasar: bunyi pernapasan, kedalaman, karakter, frekuensi dan irama nadi, suhu, gas darah arteri,tipe dan jumlah drainase dada
PROSEDUR 1 PERSIAPAN SISTEM DRAINASE DADA
Cuci tangan dan atur peralatan
Apabila katup drain dada ada, pastikan katup paten dan berdenyut. Katup tidak berdenyut bila:
v ujung katup yang tidak tepat dihubungkan ke selang dada
v Katup tersumbat oleh eksudat
v Paru mengembang penuh
3. Buka wadah salin atau air
4. Buka sistem drainase dan posisikan tegak
5. Isi botol atau ruang sampai ketinggian yang tepat.
Sistem 1 botol
Sambungkan lubang corong atau slang ke pipa panjang dan isi botol dg larutan sampai ujung pipa masuk dalam cairan setinggi 2 cm atau sampai cairan mencapai garis penanda.
Sistem 2 atau 3 botol
q Sambungkan corong pada slang atau lubang ke ruang control pengisap atau botol
q Tuang cairan ke dalam lubang control pengisap sampai jumlah yg ditentukan tercapai sesuai dg instruksi dokter, atau sampai menyentuh penanda garis pada botol-biasanya sampai setinggi 20 cm tekanan air
q Isi ruang waterseal atau botol dg sistem drainase sampai setinggi 2 cm
6. Gunakan sarung tangan dan hubungkan sistem drainase ke slang dada dan sumber pengisap, jika pengisap diindikasikan
q Sambungkan slang dari klien ke slang yg memasuki botol atau ruang penampung drainase
q Pd saat mengganti sistem drainase, minta klien untuk bernafas dalam, menahannya dan mengejankan sedikit sambil mengganti dg cepat
q Apabila diindikasikan, sambungkan slang dari ruang kontrol pengisap ke sumber pengisap
7. Sesuaikan regulator aliran pengisap sampai terlihat gelembung tenang pada ruang kontrol pengisap
8. Buka sarung tangan
9. Bantu klien pada posisi nyaman
PROSEDUR 2 PEMELIHARAAN SELANG DADA

Kaji bunyi napas, pengembangan paru dan status pernapasan
Observasi ruang waterseal jika terdapat gelembung
Bila drainase lambat/ berhenti, kolaborasikan dg dokter. Jika diizinkan, lakukan pemerasan selang dada dg cara:
q Pegang selang dekat dada dan peras selang antara jari dan telapak tangan
q Selanjutnya gerakkan tangan yg lain ke bagian yg lebih rendah dan peras
q Lepaskan tangan pertama dan selanjutnya gerakkan ke bagian bawah
q Lanjutkan sampai ke arah botol drainase
Pemencetan
q Tempatkan pelumas pada jari salah satu tangan dan pencet slang dada dg jari tgn lain
q Peras slang di bawah bagian yg dipencet, dg jari berpelumas dan geser jari ke bawah slang ke arah sistem drainase
q Dg perlahan lepaskan pencetan dari jari tanpa pelumas, kemudian lepaskan jari dg pelumas
q Ulangi satu sampai 2 kali
4. Pastikan bahwa selang tidak menggulung atau mengganggu derakan klien
5. Berikan dorongan klien untuk mencari posisi yang nyaman
6. Lakukan latihan rentang gerak untuk lengan dari sisi yg sakit beberapa kali sehari
7. Berikan dorongan pada pasien untuk napas dalam dan batuk untuk interval yang teratur
8. Jika pasien harus dipindahkan ke area lain, letakkan sistem drainase dibawah ketinggian dada, jika pasien berbaring pada brankar

PENGKAJIAN PADA ANAK

PENGKAJIAN PADA ANAK
ž MEMULAI PENGKAJIANPengkajian akan lebih mudah apabila sudah terjalin hubungan antara anak, orang tua dan pemeriksa
ž Hubungan mungkin tidak menghilangkan semua ketakutan atau ketidak nyamanan anak, tetapi dapat membantu membuat pengkajian menjadi sebuah pengalaman yang lebih positif.
PEDOMAN BERKOMUNIKASI DENGAN ANAK
ž Tanya orang tua bagaimana anak biasanya mengatasi situasi baru / situasi penuh tekanan →intervensi khusus untuk mempermudah komunikasi
ž Tanya kepada orang tua apakah mereka telah mengatakan kepada anak bahwa mereka akan pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan
ž Amati tingkahlaku anak terhadap tanda-tanda kesiapan.
ž Pertimbangkan tingkat perkembangan dan rentang perhatian anak dan gunakan pendekatan imajinatif saat merencanakan pemeriksaan
ž Jika anak sulit menerima pengkajian :
Berbicara dengan orangtua dan anak biarkan
Puji anak
bermain
Lakukan tehnik dengan singkat pada orangtua terlebih dahulu.
ž Dorong anak bertanya selama pengkajian, ttp jangan menekan untuk bertanya
ž Jelaskan proses pengkajian dalam batasan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak
ž Gunakan istilah-istilah yang kongkrit
ž Berikan sedikit informasi dalam suatu waktu
ž Buatlah harapan-harapan yang diketahui dengan jelas dan sederhana
ž Jangan menawarkan pilihan jika memang tidak ada
ž Berikan pujian yang jujur
BERKOMUNIKASI DENGAN BAYI
Berkomunikasi dengan Anak Usia Bermain (toddler)
Berkomunikasi dengan Anak Usia Prasekolah
Berkomunikasi dengan Anak Usia Sekolah
BERKOMUNIKASI DENGAN ORANG TUA
ž Orangtua merupakan sumber informasi utama tentang anak
ž Gunakan pertanyaan terbuka
ž diam dan dengarkan adalah esensial dalam menenangkan orang tua
ž Jika mereka percaya anaknya mempunyai masalah, perhatian mereka harus ditangani dengan serius, perawat dan orang tua harus setuju bahwa masalah ada.
ž Tanyakan bagaimana orangtua sudah menyelesaikan terhadap masalah
ž Orangtua membutuhkan penghargaan, pujian dan ketenangan hati untuk kekuatan mereka.
ž Informasi yang terlalu banya dapat menakutkan orangtua.



MENATA LINGKUNGAN UNTUK MENDAPATKAN
RIWAYAT KESEHATAN ANAK
ž Wawancara membangun komunikasi, hubungan dan biasanya merupakan langkah pertama dalam sebuah pengkajian
ž Wawancara harus dilakukan diruangan tesendiri, terang dan tidak menakutkan.
ž Mainan dan gambar-gambar bermanfaat untuk mengalihkan perhatian anak, sehingga orangtua dapat memberikan perhatian yang penuh ke pewawancara.
ž Sebelum memulai perawat harus memperkenalkan diri dan menanyakan nama anggota keluarga.
ž Tingkat keterlibatan bervariasi berdasarkan umur
RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan melengkapi informasi tentang kesehatan fisik anak sejak lahir, memperinci kejadian-kejadian tentang masalah yang ada dan menekankan fakta tentang riwayat sosial dan keluarga yang esensial untuk memberikan perawatan yang komprehensif.
PEDOMAN WAWANCARA IBU DAN ANAK
ž Ikuti prinsip-prinsip komunikasi selama wawancara
ž Sebelum memulai perawat harus sepenuhnya mengerti tujuan dari riwayat kesehatan dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan
ž Pengetahuan tentang diagnosisi membantu menfokuskan pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan utama, perawat harus menanggapi keluhan orangtua atau anak yang tidak berhubungan dengan diagnosis
IDENTITAS
IDENTITAS KLIEN
ž Nama
ž Nama Panggilan
ž Tempat,Tanggal lahir
ž Umur
ž Jenis Kelamin
ž Anak ke
ž Suku Bangsa
ž Bahasa yang digunakan
ž Agama
ž Alamat

IDENTITAS ORANG TUA
Ayah
ž Nama
ž Tempat, tanggal lahir
ž Pekerjaan
ž Pendidikan
ž Agama
ž Alamat

Ibu
ž Nama
ž Tempat, tanggal lahir
ž Pekerjaan
ž Pendidikan
ž Agama
ž Alamat
KELUHAN UTAMA
ž Apa yang membuat klien datang ketempat pelayanan kesehatan / Apa masalah yang klien rasakan saat ini
ž Catat kata-kata orang tua / anak
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
ž Uraian keluhan utama secara kronologis
ž Uraian menjawab pertanyaan dimana (lokasi), apa (kualitas, faktor-faktor yang memperburuk / atau yang peringankan gejala), kapan (serangan, durasi, frekwensi), seberapa (intensitas, keparahan)
ž Gunakan pertanyaan langsung untuk memfokuskan pada hal-hal kecil yang spesifik
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
ž Jangan memasukan informasi yang telah diperoleh pada keluhan utama dan riwayat penyakit sekaran
ž Penyakit, operasi atau cedera sebelumnya. Termasuk tanggal masuk RS, alasan masuk RS dan respon terhadap penyakit
ž Penggunaan obat-obatan
ž alergi

RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN
ž Prenatal (kesehatan maternal, infeksi, obat-obatan yang diminum, perdarahan abnormal,peningkatan berat badan, lama kehamilan, imunisasi, sikap terhadap kehamilan
ž Intranatal (lama persalinan, jenis persalinan, komplikasi, kondisi waktu lahir, penolong persalinan, berat badan dan panjang badan lahir)
ž Postnatal (kondisi neonatal , adanya distres pernafasan, sianosis, ikterus, kejang)
RIWAYAT IMINISASI
ž Prenatal (kesehatan maternal, infeksi, obat-obatan yang diminum, perdarahan abnormal,peningkatan berat badan, lama kehamilan, imunisasi, sikap terhadap kehamilan
ž Intranatal (lama persalinan, jenis persalinan, komplikasi, kondisi waktu lahir, penolong persalinan, berat badan dan panjang badan lahir)
ž Postnatal (kondisi neonatal , adanya distres pernafasan, sianosis, ikterus, kejang)
Riwayat Pemberian Makanan
• Cara pemberian makanan
• Mulai diberikan makanan
• Respon terhadap makan
• Masalah-masalah spesifik dengan pemberian makanan
RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
ž Tinggi dan berat badan
ž Eruosi dan tanggalnya gigi
ž Umur anak berguling, duduk sendiri, merangkak berjalan, mengucapkan kata pertama, berpakaian tanpa bantuan
(disesuaikan umur anak)

RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
ž Umur dan kesehatan anggota keluarga terdekat
ž penyakit keturunan
ž adanya kelainan kongenital
ž hubungan keluarga,
ž Tanyakan kondisi kehidupan
GENOGRAM
ž Menunjukan hubungan, umur dan kesehatan anggota keluarga
ž Simbol-simbol

ASKEP PADA PASIEN DGN PERSEPSI HALUSINASI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN :

GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI
ASKEP PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI
n PENGERTIAN
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan

Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus / rangsangan dari luar

PROSES TERJADINYA HALUSINASI
1. RENTANG RESPON KOPING ( Proses Informasi Dalam Otak)
Masukan Informasi
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
Proses di Otak
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
Respon Perilaku
Sensori Internal
Ø Biokimia
Ø Emosi
Sensori Eksternal
n Penglihatan
n Pendengaran
n Perabaan
n Pengecapan
n Pengciuman
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
n Perhatian pada informasi yg masuk
n Daya ingat
n Pembelajaran
n Diskriminasi informasi
n Interpretasi
n Pengorganisasian informasi menjadi respon
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
n Proses Kognitif
n Persepsi
n Respon Emosi
n Gerakan Motorik
n Respon Sosial
Faktor predisposisi
1.Tumbang
2. Komunikasi
Komunikasi klg tertutup,ortu otoriter,selalu membanding-bandingkan anak-anak
3.Psikologi
Terjadi kecemasan tinggi ,identitas diri yang tidak jelas,HDR,Mekanisme pertahanan diri yang destruktif
4.Biologis
Terjadi atropi otak,pembesaran ventrikel

Faktor presipitasi
1.Kondisi klioen
Kelemahan fisik,Putus asa,tidak berdaya,hilang percaya diri
2.Lingkungan
PHK,Putus sekolah,Perceraian,Kehilangan org yang dicintai
Rentang Respon Neurobiologik
Adaptif Maladaptif

C Pikiran logis
C Persepsi Akut
C Emosi Konsisten dgn pengalaman
C Perilaku cocok
C Hubungan sosial harmonis
C Kadang – kadang proses pikir terganggu
C Ilusi
C Emosi berlebihan
C Perilaku yang tidak biasa
C Menarik diri
C Waham
C Halusinasi
C Kerusakan proses emosi
C Perilaku tdk terorganisasi
C Isolasi sosial
Tanda Dan Gejala
Jenis Halusinasi
Data Objektif
Data Subjektif
Halusinasi Pendengaran
n Bicara atau ketawa sendiri
n Marah-marah tanpa sebab
n Mengarahkan telinga ke arah tertentu
n Menutup telinga
n Mendengar suara atau kegaduhan
n Mendengar suara yg mengajak bercakap-cakap
n Mendengar suara yg menyuruh melakukan sesuatu yg berbahaya
Halusinasi Penglihatan
n Menunjuk-nunjuk kearah tertentu
n Ketakutan kepada sesuatu yg tdk jelas
Melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat hantu atau monster
Halusinasi Penghidu
n Menghidu seperti sedang membaui bau – bauan tertentu
n Menutup hidung
Membaui bau – bauan seperti bau darah, urine, fases kadang2 bau itu menyenangkan
Halusinasi Pengecap
n Sering meludah
n Muntah
Merasakan rasa seperti darah, urine atau fases
Halusinasi Perabaan
n Menggaruk – garuk permukaan kulit
Menyatakan ada serangga di permukaan kulit
Merasa tersengat listrik
Diagnosa Keperawatan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
Perencanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
TGL
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERENCANAAN
TUJUAN
KRITERIA EVALUASI
INTERVENSI
1
2
3
4
5
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
Pasien
Pasien Mengenali halusinasi yg di alaminya
Pasien dapat mengontrol halusinasinya
Pasien mengikuti progrm pengobatan secara optimal
Stelah …, pertemuan pasien dapat menyebutkan isi, waktu, frekuensi, si- tuasi pencetus, perasaan dan mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi
S.P 1
Bantu pasien mengenal halusinasi :
n Isi
n Waktu terjadinya
n Frekuensi
n Situasi Pencetus
n Perasaan saat terjadi halusinasi
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
Latih Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Tahapan tindikannya meliputi :
n Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Diagnosa Keperawatan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
Perencanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERENCANAAN
TUJUAN
KRITERIA EVALUASI
INTERVENSI
2
3
4
5
Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
Pasien
Pasien Mengenali halusinasi yg di alaminya
Pasien dapat mengontrol halusinasinya
Pasien mengikuti progrm pengobatan secara optimal
Stelah …, pertemuan pasien dapat menyebutkan isi, waktu, frekuensi, si- tuasi pencetus, perasaan dan mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi
S.P 1
Bantu pasien mengenal halusinasi :
n Isi
n Waktu terjadinya
n Frekuensi
n Situasi Pencetus
n Perasaan saat terjadi halusinasi
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
Latih Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Tahapan tindikannya meliputi :
n Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Lanjutan………………………………………..
TGL
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERENCANAAN
TUJUAN
KRITERIA EVALUASI
INTERVENSI
1
2
3
4
5
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
n Memperagakan cara menghardik
n Meminta pasien memperagakan ulang
n Memantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien
Memasukan dalam jadwal kegiatan pasien
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
Setelah …. Pertemuan pasien mampu menyebutkan kegiatan yg sudah dilakukan dan mampu memperagakan cara bercakap – cakap dengan orang lain
S.P. 2
Evaluasi kegiatan yg lalu (SP 1)
Melatih berbicara / bercakap dgn orang lain saat halusinasi muncul
Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
Lanjutan………………………………………..
TGL
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERENCANAAN
TUJUAN
KRITERIA EVALUASI
INTERVENSI
1
2
3
4
5
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
Setelah …… Pertemuan pasien mampu mnyebutkan kegiatan yg sudah dilakukan dan mampu menuat jadwal kegiatan sehari – hari & mampu memperagakannya
S.P. 3
Evaluasi Kegiatan yg lalu (SP. 1 & 2 )
Melatih kegiatan agar halusinasi tdk muncu:
Tahapannya :
n Menjelaskan pentingnya aktivitas yg teratur u/ mengatasi halusinasi
n Mendiskusikan aktivitas yg biasa dilakukan oleh pasien
n Melatih pasien melakukan aktivitas
n Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dgn aktivitas yg telah dilatih ( dari bangun pagi sampai tdr mlm)
n Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan penguatan terhadap perilaku pasien yg (+)
Lanjutan………………………………………..
TGL
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERENCANAAN
TUJUAN
KRITERIA EVALUASI
INTERVENSI
1
2
3
4
5
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
Setelah …… Pertemuan pasien mampu mnyebutkan kegiatan yg sudah dilakukan dan mampu menyebutkan manfaat dari program pengobatan
S.P. 4
Evaluasi Kegiatan yg lalu (SP. 1, 2 & 3 )
Tanyakan program pengobatan.
n Jelaskan pentingnya penggunaan obat pd gangguan jiwa.
n Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program
n Jelaskan akibat bila putus obat
n Jelaskan cara mendapatkan obat / berobat
Jelaskan pengobatan (5 B)
Latih pasien minum obat
Masukan dalam jadwal
Lanjutan………………………………………..
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERENCANAAN
TUJUAN
KRITERIA EVALUASI
INTERVENSI
2
3
4
5
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
Setelah …… Pertemuan pasien mampu mnyebutkan kegiatan yg sudah dilakukan dan mampu menyebutkan manfaat dari program pengobatan
S.P. 4
Evaluasi Kegiatan yg lalu (SP. 1, 2 & 3 )
Tanyakan program pengobatan.
n Jelaskan pentingnya penggunaan obat pd gangguan jiwa.
n Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program
n Jelaskan akibat bila putus obat
n Jelaskan cara mendapatkan obat / berobat
Jelaskan pengobatan (5 B)
Latih pasien minum obat
Masukan dalam jadwal
Lanjutan………………………………………..
TGL
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERENCANAAN
TUJUAN
KRITERIA EVALUASI
INTERVENSI
1
2
3
4
5
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
Keluarga :
Dapat merawat pasien di rumah dan menadi sistem pendukung yg efektif untuk pasien
Setelah …… Pertemuan keluarga mampu menjelaskan tentang halusinasi
S.P. 1
Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien.
Jelaskan tentang halusinasi
n Pengertian halusinasi
n Jenis halusinasi yg dialami pasien
n Tanda & gejala halusinasi
n Cara mwrawat pasien halusinasi ( cara berkomunikasi, pemberian obat & pemberian aktivitas kpd pasien)
n Sumber-sumber pelayanan kesehatan yg bisa dijangkau
Bermain peran cara merawat
Rencana tindak lanjut keluarga , jadwal keluarga u/ merawat pasien
Lanjutan………………………………………..
TGL
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERENCANAAN
TUJUAN
KRITERIA EVALUASI
INTERVENSI
1
2
3
4
5
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
Setelah ……. Pertemuan Kelg. Mampu menyelesaikan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu memperagakan cara merawat pasien
S.P. 2
Evaluasi kemampuan Kelg. (SP. 1)
Latih Keluarga merawat Pasien
RTL Kelg. / Jadwal Keluarga untuk merawat Pasien
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
Setelah …… Pertemuan klg mampu menyebutkan kegiatan yg sudah dilakukan dan mampu memperagakan cara merawat pasien serta mampu membuat RTL
S.P. 3
Evaluasi kemampuan klg (SP. 2)
Latih klg merawat pasien
RTL keluarga / jadwal klg untuk merawat pasien
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
䦋㌌㏒㧀좈໱琰茞ᓀ㵂Ü
Setelah …… Pertemuan klg mampu menyebutkan kegiatan yg sudah dilakukan dan mampu melaksanakan Follow Up rujukan
S.P. 4
Evaluasi kemampuan klg
Evaluasi Kemampuan Pasien.
RTL keluarga :
n Follow Up
n Rujukan

Rabu, 03 Juni 2009

ASKEP PADA KLIEN DENGAN SINDROM NEFROTIK

SINDROM NEFROTIK
• Pengertian
• SINDROM NEFROTIK adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996 : 953).
• Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. (Ngastiyah, 1997).
Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
– Malaria kuartana atau parasit lain.
– Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
– Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
– Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
– Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
3.Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.
Tanda dan Gejala
• Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
• Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
• Proteinuria dan albuminemia.
• Hipoproteinemi dan albuminemia.
• Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
• Lipid uria.
• Mual, anoreksia, diare.
• Anemia, pasien mengalami edema paru.
Klasifikasi
• Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
– Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
– Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
– Sindrom Nefrotik Kongenital
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
• Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).
Pathways
idiopatik
Reaksi auto imun
Penyakit sekunder
Tekanan hidrostatik
Tekanan Osmotic plasma
Transudasi air dan elektrolit ke ruang intertisiil
edema
Sel terjepit
Gangguan metabolisme sel
Stimulasi jaringan tubuler
kelelahan
Intoleransi aktivitas
Aktivasi mekanisme renin angiotensin
Stimulasi duktus kolektifus
Aktivasi mekanisme renin angiotensin
Stimulasi jaringan tubuler
Stimulasi duktus kolektifus
Kontriksi pembuluh darah
Reabsorbsi Na
Reabsorbsi
air
oliguri
hipertesi
Edema anasarka
immobilitas
Penekanan lama pada tubuh
GG. INTEGRITAS KULIT
bedrest
Sulit bergerak
Perubahan penampilan
Intoleransi aktivitas
Gg. Body image

Retensi cairan diseluruh tubuh
Kelebihan volume cairan
Paru-paru
Ekspansi dada dan paru
Ventilasi tidak adekuat
Sesak nafas

Perubahan pola nafas
Abdomen
Menekan gaster
Mual, muntah
anoreksia
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

Edema disaluran pencernaan
usus
Absorbsi tidak adekuat
Gg. Pola eliminasi diare
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
– Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
– Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin <>
Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.
Penatalaksanan
• Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
• Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
• Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
• Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
• Kemoterapi:
• Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
• Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
• Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
• Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
• Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
• Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.

ASUHAN KEPERAWATAN
• Pengkajian
– Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
– Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
– Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan, edema, bengkak pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang hari ), pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada urin ( peningkatan volum, urin berbusa ).
– Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah merah, analisa darah untuk serum protein ( total albumin/globulin ratio, kolesterol ) jumlah darah, serum sodium.
Prioritas Diagnosa Keperawatan
• Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
• Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
• Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
• Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito, 1999:204).
• Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
• Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
• Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
• Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.

Perencanaan KeperawatanKelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
Tujuan: tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake dan output.
KH: menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.
• Intervensi:
• Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan
• Observasi perubahan edema
• Batasi intake garam
• Ukur lingkar perut
• timbang berat badan setiap hari
Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya
Tujuan: Pola nafas adekuat
KH: frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal
• Intervensi:
– auskultasi bidang paru
– pantau adanya gangguan bunyi nafas
– berikan posisi semi fowler
– observasi tanda-tanda vital
– kolaborasi pemberian obat diuretic
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat, mempertahankan berat badan
Intervensi:
• tanyakan makanan kesukaan pasien
• anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
• pantau adanya mual dan muntah
• bantu pasien untuk makan
• berikan makanan sedikit tapi sering
• berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito, 1999:204).
Tujuan: tidak terjadi infeksi
KH: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas normal, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
• cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
• pantau adanya tanda-tanda infeksi
• lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasif
• anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
• kolaborasi pemberian antibiotik
Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
Tujuan: pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi
KH: menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan, mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas
• Intervensi:
• pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas
• rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
• anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
• berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien
Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
Tujuan: tidak terjadi kerusakan integritas kulit
KH: integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit
Intervensi:
• inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
• berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit
• ubah posisi tidur setiap 4 jam
• gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.
Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
Tujuan: tidak terjadi gangguan boby image
KH: menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri negatif
Intervensi:
• gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
• dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
• berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
» Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
Tujuan: tidak terjadi diare
KH: pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak
Intervensi:
• observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses
• identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
• berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap
DAFTAR PUSTAKA
• Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
• Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
• Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.
• Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
• Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
• Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
• Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter Anugrah. Jakarta: EGC.

ASKEP PADA KLIEN DENGAN TYPOID

ASKEP PADA KLIEN DENGAN THYPOID
1. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.

Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

4. Manifestasi Klinik
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.

b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
5. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan.
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
1) Klorampenikol
2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol
4) Amoxilin dan ampicillin
7. Pencegahan

Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
9. Tumbuh kembang pada anak usia 6 – 12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan keleluasaan.
b. Motorik halus
1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan
3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
10. Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
d. Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
c. Selalu ingin tahu alasan tindakan
d. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :
a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.
d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.
3. Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :
Diagnosa. 1
Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.

Diagnosa 5
Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
4. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.

ASKEP PADA KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN ISOLASI SOSIAL
Definisi :
Ò Gangguan hubungan sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulakan perilaku maladaptif dan menggangu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.
RENTANG RESPON SOSIALRespon adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri ( Solitude ) Kesepian Manipulasi
Otonomi Menarik diri Impulsive
Kebersamaan Ketergantungan Narcisme
Saling Ketergantungan
ETIOLOGI
1.Diri sendiri
Merasa tidak percaya diri,Tidak percaya kpd org lain,Ragu dalam menghadapi situasi,Takut salah dan pesimis,menutup diri
2.Orang lain
Adanya tekanan,Mersa dijauhi,Dihina,atau dihasut
3.Lingkungan
Ling.tdk mendukung(Faktor tumbang,Komunikasi dlm KLG,Psikologis dan sosial budaya)
Ò Menyendiri ( Solitude )
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah di lakukan di lingkungan sosialnya dan juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.

Ò Otonomi merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide-ide ,pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.

Ò Kebersamaan merupakan suatu kondisi dalam hubungan sosial interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan menerima.

Ò Saling ketergantungan merupakan suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam rangka membina hubungan interpersonal.
Tanda & gejala isolasi sosial yang dapat di temukan dengan wawancara :

Ò Klien menceritakan perasaan kesepian atau di tolak oleh orang lain.
Ò Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
Ò Klien mengatakan hubungan yang tidak aman berada dengan orang lain.
Ò Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
Ò Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
Ò Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
Tanda dan gejala isolasi sosial yang di temukan dengan observasi:

Ò Klien banyak diam dan tidak mau bicara
Ò Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang dekat
Ò Klien tampak sedih,ekspresi datar dan dangkal.
Ò Kontak mata kurang.

Diagnosa Keperawatan
Ò Bila dilihat dari hasil pengkajian di atas diagnosa yang dapat di tegakan adalah : Isolasi sosial: Menarik diri

ASKEP PADA KLIEN DENGAN GE

ASKEP PADA KLIEN DENGAN GE
PENGERTIAN.
• Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
• Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
• Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
• Gastroenteritis adalah kondisis dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).
• Dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Gstroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.
PATOFISIOLOGI.
• Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.
• Penularan Gastroenteritis bias melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
• Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
GEJALA KLINIS.
a.Diare.
b.Muntah.
c.Demam.
d.Nyeri Abdomen
e.Membran mukosa mulut dan bibir kering
f.Fontanel Cekung
g.Kehilangan berat badan
h.Tidak nafsu makan
i.Lemah
KOMPLIKASI
a.Dehidrasi
b.Renjatan hipovolemik
c.Kejang
d.Bakterimia
e.Mal nutrisi
f.Hipoglikemia
g.Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.Dehidrasi ringan
• Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b.Dehidrasi Sedang
• Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
c.Dehidrasi Berat
• Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
PENATALAKSANAAN MEDIS
a.Pemberian cairan.
b.Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
1.Memberikan asi.
2.Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
c.Obat-obatan. Keterangan :
a. Pemberian cairan,pada klien Diare dengasn memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
1.cairan per oral.
• Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang,cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,Hco,Kal dan Glukosa,untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan,atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.

2.Cairan parenteral.
• Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi,yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
a.Dehidrasi ringan.
• 1 jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari
• Kemudian 125 ml / Kg BB / oral
b. Dehidrasi sedang.
• 1 jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral
• kemudian 125 ml / kg BB / hari.
c. Dehidrasi berat.
• Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg
• 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.
• 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
• 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.
• 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).
• 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
* Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
• 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
• 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
Diatetik ( pemberian makanan ).
• Terafi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada penderita dengan tujuan meringankan,menyembuhkan serta menjaga kesehatan penderita.
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
- Memberikan Asi.
- Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan vitamin,makanan harus bersih.
Obat-obatan.
• Obat anti sekresi.
• Obat anti spasmolitik.
• Obat antibiotik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium.
1.1. Pemeriksaan tinja.
1.2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan.
1.3. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
2. pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
PENGKAJIAN.
• Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi,psikal assessment. Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
2.1. Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
2.2. Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung,tonus dan turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
• Riwayat penyakit yang diderita,riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.
• Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah
5. Kebutuhan dasar.
• 5.1. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau jarang.
• 5.2. Pola nutrisi : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat badan pasien.
• 5.3. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
• 5.4. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
• 5.5. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
6.1. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.
6.2. Pemeriksaan sistematik :
• 6.2.1. Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan menurun,anus kemerahan.
• 6.2.2. Perkusi : adanya distensi abdomen.
• 6.2.3. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
• 6.2.4. Auskultasi : terdengarnya bising usus.
6.3. Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang.
• Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.
6.4. Pemeriksaan penunjang.
• Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
DIAGNOSA KEPERWATAN.
• 1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
• 2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
• 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.
• 4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
• 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.
• 6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.
INTERVENSI
Diagnosa 1.
• Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan .
• Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil
• Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang
Intervensi
• Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur infut dan output cairan (balanc ccairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
Diagnosa 2.
• Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
Tujuan
• Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil
• Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual,muntah tidak ada.
Intervensi
• Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemerikasaan fisik abdomen (palpasi,perkusi,dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
Diagnosa 3.
• Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan :
• Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil :
• Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
• Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.
Diagnosa 4.
• Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan :
• Nyeri dapat teratasi
• Kriteria hasil :
• Nyeri dapat berkurang / hiilang, ekspresi wajah tenang
Intervensi :
• Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdoment. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.
Diagnosa 5.
• Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.
Tujuan
• Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil :
• Keluarga klien mengeri dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
Intervensi :
• Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Diagnosa 6.
• Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.
Tujuan :
• Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan
Intervensi :
• Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga unrtuk selalu mendampingi klien.
EVALUASI.
1.Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2.Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhantubuh.
3.Integritas kulit kembali noprmal.
4.Rasa nyaman terpenuhi.
5.Pengetahuan kelurga meningkat.
6.Cemas pada klien teratasi.

ASKEP ANAK DENGAN MARASMUS

ASKEP ANAK DENGAN MARASMUS
Pengertian
• Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
• Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196).
• Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
• Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
• Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi.
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk :
1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.
• ETIOLOGI
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
• PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
• MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).
• Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2. Lethargi
3. Irritable
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaingan subkutan hilang
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis
• PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.
Penanganan KKP berat
• Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
• Upaya pengobatan, meliputi :
- Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
- Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
- Pengobatan infeksi
- Pemberian makanan
- Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat dan payah jantung.
• Menurut Arisman, 2004:105
- Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
- Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
- Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
- Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi.
- Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100.
Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV.
- cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
- Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
- Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
- Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
- Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
- Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
- Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.
• PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.
FOKUS INTERVENSI
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
• Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
• meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka
f. Sajikan makansedikit tapi sering
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)
Tujuan :
Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
• Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
• Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c. Ukur haluaran urine dengan akurat
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik. (Doengoes, 2000).
Tujuan :
• Tidak terjadi gangguan integritas kulit
• Kriteria hasil :
• kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi :
a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d. Alih baring
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan :
• Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
• Kriteria hasil:
• suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal
Intervensi :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d. Beri antibiotik sesuai program
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)
Tujuan :
• pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
• Kriteria hasil:
• Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi :
a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien
6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).
Tujuan :
• Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
• Kriteria hasil :
• Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi :
a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan
d. Berikan mainan sesuai usia anak.
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan :
• Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
• Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi :
a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).
Tujuan :
• Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil :
• Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi :
a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.